Senin, 02 Desember 2013

KERJASAMA REGIONAL, BILATERAL DAN MULTILATERAL INDONESIA




Dalam kurun waktu 2005-2009, berbagai kalangan menganggap bahwa tahun 2008 merupakan tahun yang tidak menguntungkan bagi setiap negara karena terganggunya perkembangan makro ekonomi disemua negara. Penyebabnya tak lain disebabkan oleh dampak krisis keuangan global yang melanda dunia. Besarnya dampak dari krisis yang dialami oleh setiap negara sangat bergantung pada kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara yang bersangkutan. Beruntung Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif jika dibandingkan dengan negara tetangga yang pertumbuhan ekonominya menjadi minus seperti Singapura sampai menembus 2 digit.
Penurunan ekspor dan perlambatan pertumbuhan investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan terjadi di tahun 2010. Upaya yang dilakukan untuk menjaga kemerosotan pertumbuhan ekonomi, diantaranya ditempuh melalui penyelesaian hambatan atas berbagai produk-produk Indonesia di negara mitra dagang, karena ada kecenderungan dalam masa krisis ini hampir setiap negara melakukan proteksi untuk melindungi pasar mereka yang mana kebijakan tersebut bertentangan dengan aturan yang ada. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan oleh beberapa negara dalam rangka melindungi pasar mereka cenderung tidak transparan.
Upaya yang dilakukan oleh Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional adalah secara terus menerus mendorong perundingan disemua fora perundingan melalui 3 (tiga) fora kerjasama, yaitu: (i) fora multilateral; (ii) fora regional; dan (iii) fora bilateral.
I. Forum Kerjasama Multilateral
Di WTO, perundingan Doha Development Agenda (DDA) masih berjalan dan pada saat ini sedang ada proses intensif di Geneva untuk membahas draft text yang disiapkan oleh Chairman dari Kelompok Perundingan Pertanian dan Non-Pertanian. Indonesia, sebagai koordinator G-33, tetap mempertahankan posisinya berkaitan dengan Special Products.
Perbedaan mendasar dari rumitnya perundingan DDA antara lain terletak pada 3 isu utama (Triangle Issues) yaitu:
(i) Domestic Support (terkait dengan subsidi pertanian) dan Market Access (terkait dengan penurunan tarif;
(ii) Special Product/SP dan Special Safeguard Mechanism/SSM) di bidang Pertanian; serta
(iii) Formula penurunan tarif di Bidang Non-Agricultural Market Access (NAMA).
Dari isu tersebut, Indonesia berkepentingan untuk memperjuangan Special Product (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) di forum WTO karena kedua isu tersebut terkait langsung dengan pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, dan ketahanan pangan bagi bangsa Indonesia.
Selain itu, dalam kerangka Organisasi Komoditi Internasional, Indonesia telah meratifikasi ”International Coffee Agreement (ICA) 2007” melalui peraturan Presiden RI No. 63 Tahun 2008, tanggal 19 Oktober 2008. Ratifikasi ICA ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan perolehan keuntungan dari komoditi kopi bagi kesejahteraan masyarakat petani maupun produsen kopi.
Dalam upaya melakukan pembelaan terhadap kelancaran arus ekspor Indonesia dan mempertahankan akses pasar ekspor ke manca negara, maka sejak tahun 2005 hingga sampai akhir tahun 2009, Indonesia telah menangani kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguards sebanyak 196 kasus, yang terdiri dari tuduhan dumping sebanyak 163 kasus, tuduhan subsidi 12 kasus, dan terkena tindakan safeguards sebanyak 21 kasus.
II. Forum Regional
Komitmen yang paling penting dalam perjanjian perdagangan internasional yang bersifat regional adalah ASEAN Charter dan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Negara pada ASEAN Summit pada bulan Nopember 2007 yang lalu.
Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun ASEAN Economic Community/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yaitu :
(1) Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi;
(2) Wilayah berdaya saing Ekonomi;
(3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan
(4) Integrasi dengan Perekonomian Global.
Berbagai Persetujuan maupun kesepakatan dalam kerangka MEA telah disepakati. Khusus dalam pilar Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi, beberapa Persetujuan penting telah kita tandatangani yang meliputi :
(i) Persetujuan di Bidang Perdagangan Barang (ATIGA),
(ii) Persetujuan di Bidang Perdagangan Jasa (AFAS Paket ke-7), dan Persetujuan di Bidang Investasi (ACIA).
Dalam rangka implementasi ATIGA secara lebih komprehensif, khususnya terkait dengan penghapusan Non Tariff Barriers (NTB) secara bertahap sejak 2008 hingga 2010, Indonesia belum dapat melakukannya. Untuk AFAS Paket 7 dan ACIA, penyelesaian ratifikasi diprediksi akan mengalami kelambatan sehubungan dengan belum disepakatinya komitmen pendukung pelaksanaannya. Untuk itu, Indonesia dan Negara Anggota ASEAN lainnya mendorong sektor terkait masing-masing untuk menyelesaikan komitmen pendukung tersebut agar dapat dapat difinalisasi sesuai.
Di luar AEC, perundingan ASEAN dengan mitra dialog juga dilakukan yaitu dengan RRT, Korea, Jepang, Australia-New Zealand dan India. Kerjasama ekonomi lainnya yang dilakukan di forum Regional adalah melalui kerjasama ekonomi APEC telah mendorong menyelesaikan krisis ekonomi global, percepatan integrasi ekonomi regional serta mendukung proses penyelesaian perundingan WTO DDA agar dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dengan mengakomodir kepentingan banyak anggota.
III. Forum Bilateral
Indonesia telah melakukan dan meyelesaikan negosiasi perjanjian perdagangan bilateral yang komprehensif dengan Jepang, yaitu Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) yang ditandatangani oleh kedua kepala negara bulan Agustus yang lalu. Hal utama yang memerlukan koordinasi agar hasil optimal dari IJ-EPA bisa direalisasikan oleh pihak Indonesia adalah bagian capacity building.
Sejak implementasi IJEPA tanggal 1 Juli 2008 Indonesia telah mengirim 104 nurses dan 104 caregivers. Selain itu juga Jepang akan memindahkan tempat pelatihan bahasa Jepang untuk calon nurse dan caregiver ke Indonesia Pada tahun 2009.
Kerjasama dalam kerangka Free Trade Area merupakan yang pertama dilakukan oleh Indonesia dengan negara mitra. Untuk itu, Indonesia secara terus menerus menggarap kerjasama yang sama dengan negara mitra dagang lainnya yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk-produk ekspor Indonesia.
Untuk perundingan bilateral yang selanjutnya, ada tiga yang telah selesai studi kelayakannya, yaitu dengan EFTA (European Free Trade Association) yang terdiri dari Norway, Iceland, Switzerland dan Liechtenstein), India dan Australia.
Isu lain yang dihadapi secara bilateral dengan beberapa negara mitra dagang, antara lain adalah masih terdapat berbagai hambatan Non-Tarif atau aturan-aturan yang cukup memberatkan seperti “REACH” yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang mencakup Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals. Hambatan lain yang diterapkan oleh negara lain antara lain legalisasi dokumen ekspor, keharusan calling visa bagi pengusaha RI, dan masalah pembayaran. Selain itu, L/C kerap mengalami penundaan pencairan, prosedur pencairan yang kaku juga membuat dana-dana yang dibutuhkan pengusaha Indonesia menjadi terlambat diterima, serta belum adanya pembayaran langsung. Upaya yang telah dilakukan antara lain; memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pendekatan kepada Parlemen UE guna menjelaskan bahwa Palm oil Indonesia telah memenuhi persyaratan lingkungan (substainability).
Dari berbagai perundingan yang telah dilakukan, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional juga telah melakukan sosialisasi Hasil Kesepakatan Kerjasama Perdagangan Internasional di pusat dan di berbagai daerah. Dalam pelaksanaannya kegiatan sosialisasi tersebut bekerjasama dengan KADIN, dan Pemerintah Daerah.

Contoh perjanjian bilateral 1.Perjanjian ekstradisi Indonesia Malaysia pada tahun 1974 Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya. Untuk mengembangkan kerjasama yang effektif dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan, perlu diadakan kerjasama dengan negara tetangga, agar orang orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Kerjasama yang effektif itu hanya dapat dilakukan dengan perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan. Mengingat bahwa sampai sekarang Pemerintah Republik Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara manapun, maka hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik. Dalam hal kejahatan itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan maka hal tersebut juga mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional. Berhubung dengan itu maka sudah waktunya mengadakan perjanjian perjanjian ekstradisi dengan negara lain terutama dengan negara negara tetangga. Dalam perjanjian ekstradisi dengan Malaysia tersebut sudah dimasukkan semua azas azas umum yang sudah diakui dan biasa dilakukan dalam hukum internasional mengenai ekstradisi seperti: a. azas bahwa tindak pidana yang bersangkutan merupakan tindak pidana baik menurut sistim hukum Indonesia maupun sistim hukum Malaysia ("double criminality"), b. kejahatan politik tidak diserahkan, c. hak untuk tidak menyerahkan warganegara sendiri dan lain *4667 lainnya. 2.Perjanjian bilateral Indonesia India di bidang pertahanan dan ekonomi pada tahun 2011 Indonesia dan India setuju memperkuat kerja sama strategis dengan sering melakukan konsultasi diplomatik dan memperkuat hubungan di bidang pertahanan dan ekonomi. Hal ini terungkap dalam pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Manmohan Singh, di New Delhi, Kamis (24/11). Pertemuan ini masuk dalam rangkaian lawatan Presiden Yudhoyono selama tiga hari di India. Dalam kunjungannya, Yudhoyono juga sempat bertemu dengan Presiden India Avul Pakir Jainulabdeen Abdul Kalam dan Menteri Perdagangan Kamal Nath Tak hanya itu, kedua negara juga sepakat menandatangani empat perjanjian bilateral termasuk pernyataan bersama mengenai kerja sama di masa yang akan datang. Di bidang perdagangan, Indonesia sudah lama mengekspor minyak sawit, batu bara, kertas, kayu, dan beberapa komoditi pertanian. Sebaliknya Indonesia mengambil produk industri mesin, teknologi informasi, dan beberapa produk pertanian dari India. Pada bagian lain Yudhoyono mengatakan, perdagangan antara Indonesia dan India meningkat hingga US$ 3, 4 miliar sejak 2004. Semula, perdagangan antara kedua negara hanya mencapai US$ 1, 4 miliar pada 2000. Sedangkan Menteri Perdagangan India Kamal Nath menyebutkan, perusahaan India telah menanam investasi di Indonesia lebih dari US$ 2 miliar.(IAN/Uri) 3.Perjanjian bilateral Indonesia Perancis di berbagai bidang pada tahun 2011 Kedatangan Perdana Menteri Perancis Francois Fillon dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadikan momentum untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua negara dan tertuang dalam penandatanganan enam perjanjian bilateral baru. Enam perjanjian itu yakni tentang kerjasama di bidang pendidikan tinggi, kerjasama di bidang permuseuman. Kemudian, persetujuan kerjasama energi dan sumber daya mineral. Keempat, persetujuan kerjasama pariwisata, kemudian naskah deklarasi mengenai pembentukan MoU kereta api bandung, jalur cisalengka-bandung. Dan terakhir terkait peningkatan keselamatan navigasi penerbangan di wilayah timur Indonesia. "Pertemuan bilateral yang kami laksanakan sangat konstruktif dan produktif dalam arti kami sepakat untuk terus tingkatkan kerjasama dengan temukan dan peluang-peluang baru di tahun-tahun mendatang," ujar Presiden Yudhoyono di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (1/7). Presiden mengatakan, kedua negara berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama ekonomi, terutama di bidang perdagangan dan investasi. Presiden mengatakan, volume perdagangan kedua negara capai US$2,5 miliar di tahun 2010. "Kami sepakat untuk tingkat ini secara signifikan. Ekonomi kedua negara terus tumbuh dan saya yakin kedua negara bisa tingkatkan," kata Presiden. 4.Perjanjian bilateral Indonesia Timor Leste di bidang lingkungan pada tahun 2011 Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Republik Demokratik Timor Leste melakukan kerjasama dalam rangka pengembangan kerjasama lingkungan hidup internasional. Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Menteri Lingkungan Hidup RI Gusti Muhammad Hatta dengan Menteri Ekonomi dan Pembangunan Republik Demokratik Timor Leste, Joao Mendes Goncalves di kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, Selasa. "Hari ini kita memulai kerjasama yang sangat penting. Saya berharap setelah penandatanganan kerjasama bilateral ini dapat memajukan kerjasama dalam bidang manajemen lingkungan," kata Gusti Muhammad Hatta. Gusti mengatakan, kerjasama yang ingin dijalin dengan negara tetangga tersebut yaitu di bidang tata ruang, pengelolaan sampah, pengelolaan tanah, perubahan iklim, manajemen bencana, pengembangan regulasi dan penegakan lingkungan. Selain itu juga kerjasama dalam bidang manajemen terpadu zona pesisir dan laut, keanekaragaman hayati dan laboratorium lingkungan. Kerjasama tersebut dilakukan dengan cara pertukaran ahli teknis, informasi dan praktik terbaik, penelitian dan pelatihan. Dalam memperluas kemitraannya, Indonesia dan Timor Leste juga dapat bekerjasama untuk mengelola masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama dalam perjanjian multilateral. "Misalnya, kita berbagi pandangan mengenai pentingnya melanjutkan Climate Change Protokol, dan juga memikili program regional adaptasi dan keanekaragaman hayati setelah implementasi Global Enviromental Fund," tambah Gusti. 5.Perjanjian bilateral Indonesia Vietnam di bidang kebudayaan dan hukum pada tahun 2011 Presiden Susilo Bambang dan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung melakukan pembicaraan empat mata dan bilateral di Istana Negara, Rabu (8/8) sore. Kedua pemimpin juga menyaksikan penandatanganan perjanjian kerjasama kebudayaan serta perjanjian antara KPK dan Badan Inspeksi Vietnam. Perjanjian kerjasama kebudayaan ditandatangani Menbudpar Jero Wacik dan Menteri Kebudayaan Vietnam Hoang Tuan Anh. Sementara kerjasama antara KPK dan Badan Inspeksi Vietnam ditandatangani Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan General Inspector Vietnam Tran Van Truyen. Menlu Hassan Wirajuda usai mendampingi Presiden menjelaskan bahwa pertemuan tadi menggarisbawahi hubungan khusus Indonesia dan Vietnam. “Digarisbawahi dalam pembicaraan baik dalam pertemuan empat mata dan pertemuan bilateral adalah kesamaan-kesamaan Indonesia dan Vietnam khususnya dalam berjuang memperoleh dan menegakkan kemerdekaan,” ujar Hassan kepada wartawan. “Dengan latar belakang landasan hubungan yang kuat, disepakati pokok-pokok ke arah memantapkan hubungan bilateral dari segala aspek yang memang sejak tahun 2003 dikemas dalam bentuk kerjasama komprehensif. Artinya, upaya meningkatkan segala aspek hubungan kita dengan Vietnam,” kata Menlu Hassan. Sebagai negara anggota ASEAN, lanjutnya, dalam pertemuan tadi juga dibicarakan hal-hal yang berkaitan dengan upaya memajukan kerjasama ASEAN karena kita berada di tengah proses transformasi ASEAN ke arah komunitas ASEAN. Dibicarakan juga berbagai bidang kerjasama yang selama ini sudah meningkat pesat, misalnya dalam bidang perdagangan dimana peningkatan perdagangan kita tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat tajam. "Mencapai 1,8 milyar dolar AS dan dalam kerangka itu kita menikmati surplus kurang lebih 240 juta dolar,” Hassan menerangkan. ”Terlepas dari pertumbuhan perdagangan yang terus meningkat, Vietnam dan Indonesia masih merasa bahwa hubungan itu belum mencapai potensi penuh kedua negara karena itu kesepakatan-kesepakatan lain perlu dibangun kedepan,” ia menambahkan. Vietnam adalah negara yang menikmati angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena itu Vietnam menjadi mitra kerjasama ekonomi yang potensial bagi Indonesia ke depan. Disamping kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, mereka juga ingin mengembangkan hubungan di bidang energi. "Jangan lupa kita sudah menyepakati perjanjian batas landas kontinen yang sudah diratifikasi kedua negara, karena itu potensi kerjasama di bidang eksplorasi dan ekploitasi minyak di perairan landas kontinen masing-masing. Untuk itu, diharapkan kerjasama Pertamina, Petronas, dan Petro Vietnam dapat dimajukan,” jelas Hassan. Kerjasama lain yang disepakati untuk dikembangkan adalah di bidang pertahanan dan keamanan. Selain itu, pertukaran kunjungan pelatihan anti terorisme dan trans national crimes juga akan dimajukan. Kunjungan PM Tan Dung ini adalah merupakan bagian dari rangkaian kunjungannya ke enam negara ASEAN. Indonesia adalah negara pertama yang dikunjunginya. Mendampingi SBY dalam pertemuan tersebut, antara lain, Menko Polhukkam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, Menhan Juwono Sudarsono, dan Mendag Mari E. Pangestu Contoh Perjanjian multilateral 1.Perjanjian multilateral se-Asean di bidang penanggulangan bencana pada tahun 2011 Pertemuan multilateral para Kasad/Panglima Angkatan Darat (AD) se Asean tahun 2011 ini diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta (26/10/2011). Pertemuan yang ke 12 ini dihadiri oleh 10 negara anggota yaitu Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Myanmar, Burma, Kambodja, Vietnam, Singapore, dan Malaysia. Penandatanganan kerjasama bantuan bagi negara anggota yang mengalami musibah disepakati untuk memberikan dengan tulus tanpa disertai kepentingan negara pemberi bantuan ditandatangani oleh seluruh Kepala Staf Angkatan Darat/Panglima se-Asean Kepala Staf Angkatan Darat TNI Jend Pramono Wibowo Edhie dalam prescon mengatakan, “Dalam rangka kerjasama multilateral atau komunikasi angkatan darat se Asean dibidang penanggulangan bencana alam adalah kegiatan rutin yang telah diadakan selama ini sebanyak 12 kali,” kataPramono. Pramono melanjutkan, “Dari beberapa pembicaraan dan diskusi pada acara ini dapat disimpulkan bahwa semua bencana yang kita alami selama ini adalah sama yaitu korban manusia dan materiil, telah diambil kesepakatan dalam peningkatan kerjasama dan penetapan SOP (Standard Procedure Operational ) agar lebih muda peneterapannya di lapangan,” terangnya. Karena itu langkah cepat harus diambil misalnya untuk korban banjir, tsunami, gempa bumi yang selalu menimbukan kerugian yang besar. Dan saat ini, Angkatan Darat se-Asean memiliki aset perlengkapan dimana setiap personil dapat menggunakannya untuk operasi militer dalam penanggulangan bencana di Asean. Dalam penandatanganan ini disepakati segera membuat sebuah organisasi untuk mewadahinya yang mengatur apa yang harus dilakukan, bagaimana cara komunikasinya, sehingga apabila terjadi bencana di salah satu anggota dapat dilakukan bantuan tanpa prosedur yang rumit. Reaksi cepat pun harus dilakukann tanpa berpatok pada peraturan bersifat formal tapi informal pun telah disepakati bersama. “Saya memuji semangat persatuan anggota dan kesepakatan selanjutnya bantuan kemanusiaan penanggulangn bencana tidak boleh diikuti oleh kepentingan masing-masing negara artinya harus memberikan bantuan dengan tulus,” ujar Pramono. Pertemuan multilateral ini juga akan dibarengi dengan kegiatan lomba menembak angkatan darat se-Asean yang akan diadakan Kamis, (27/10/11) di Cilodong Jawa 2.Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Bahasa Inggris:United Nations Convention on the Law of the Sea) disingkat (UNCLOS), juga disebut Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III ) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut. Konvensi kesimpulkan pada tahun 1982, menggantikan perjanjian internasional mengenai laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada tahun 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke 60 untuk menandatangani perjanjian [1] Untuk saat ini telah 158 negara dan Masyarakat Eropa telah bergabung dalam Konvensi. Sedangkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima instrumen ratifikasi dan aksesi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan untuk pertemuan negara pihak Konvensi, PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam pelaksanaan Konvensi. Ada, bagaimanapun, peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi seperti Organisasi Maritim Internasional, Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional, dan Otorita Dasar laut Internasional (yang terakhir yang didirikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa). semoga membantu yya ... :)

0 komentar:

Posting Komentar