(Foto: Dede Kurniawan/Okezone)
JAKARTA - Perayaan akhir tahun kali ini seperti
menjadi petaka bagi ribuan pedagang yang berusaha mengais rezeki di
Taman Monumen Nasional (Monas), Selasa (1/1/2013) dini hari. Akibat
gerimis yang mengguyur selama hampir lima jam, ribuan para pedagang itu
tidak menampilkan air muka yang berseri-seri.
Sebagai contoh,
Jefri, pemuda asal Cirebon yang berjualan jajanan tahu gejrot. Meski
sudah mulai berjualan sejak menjelang Magrib di sana, namun, tahu yang
dia jajakan masih banyak yang tersisa. Padahal Jefri sudah berkali-kali
keliling hingga bunyi petasan dan kembang api silih berganti mewarnai
langit Monas sebagai tanda tahun baru telah tiba.
Berjalan
terseok-seok memanggul dua bakul, mata Jefri menatap nanar tumpukan tahu
yang masih tertata rapih di depannya. "Masih banyak yang sisa. Belum
sampai terjual setengahnya," kata Jefri dengan wajah memelas.
Memang,
menjelang pergantian akhir tahun, gerimis tidak henti-hentinya
mengguyur dari langit area Monas. Mulai turun rintik-rintik dari pukul
19.00 Wib, gerimis baru benar-benar reda setelah 15 menit ketika jarum
jam menunjuk pukul 00.00 Wib.
Meski demikian, keinginan warga DKI
Jakarta untuk merayakan tahun baru di Monas seperti tidak surut.
Puluhan ribu warga sudah mulai menyemut di Monas ketika hari menjelang
malam. Bahkan, rintikan gerimis yang intens mengguyur berjam-jam itu
mereka acuhkan demi keinginan untuk menikmati bunyi petasan dan kembang
api yang ternyata hanya dinikmati paling lama hingga setengah jam.
Tubuh-tubuh
mereka kuyup, meski sebagian warga berusaha berlindung di bawah tikar
yang semula hendak dijadikan sebagai alas duduk. Ribuan di antara mereka
bahkan banyak yang duduk manis seperti merasa tidak kehujanan demi
mengikuti zikir akbar yang digelar Majelis Rasulullah SAW.
Sebenarnya,
banyak acara yang digelar di Monas menjelang perayaan tahun baru.
Selain zikir akbar, warga juga disuguhi bermacam pertunjukan seperti
olah ilmu kanuragan dari Manado. Salah satu penghibur mencoba memamerkan
tubuhnya yang kebal dari sabetan pedang.
Di sisi lain,
pertunjukan kuda lumping juga sempat disuguhkan di sana. Namun,
pertunjukan itu akhirnya dihentikan, padahal waktu masih menunjukan
pukul 21.11 WIB. "Kasihan sama keluarga kehujanan," kata Jumadi,
pengampu Sanggar Langgeng Budaya, sembari merapikan perkakas yang dia
bawa.
Demi memamerkan kemahirannya, Jumadi sebenarnya memboyong
15 orang yang masih menjadi familinya untuk bermain kuda lumping. "Kuda
lumping ini warisan keluarga," kata Jumadi pelan.
Entah berapa
rupiah yang berhasil Jumadi bawa dari hasil menawarkan jasa
menghiburnya. Pria asal Jawa Timur itu menolak mengungkapkan. "Yang
Jelas lebih bagusan sekarang meski hujan. Kalau dulu tidak ada yang
nonton," terang Jumadi.
Namun, wajah ceria Jumadi dan sikap
pantang menyerahnya ribuan warga yang mengunjungi Monas itu seperti
berbanding terbalik dengan para pedagang di sana. Ribuan pedagang yang
berjualan dari jajanan hingga souvenir tahun baru seperti gigit jari
meratapi nasib mereka.
Ketika ribuan warga selesai berpesta dan
berlahan-lahan meninggalkan Monas, sayup-sayup terdengar suara pedagang
pakaian yang menawarkan dagangannya ke pejalan kali. "Ayo, 15 ribu dapat
dua, l5 ribu dapat dua," kata dia sembari memegang celana pendek yang
dijajakannya.
Suara pelan itu seperti mewakili wajah-wajah para pedagang yang bermuka muram!